Senin, 21 November 2011

Cinta Ku Pergi

CERPEN yg ke 6, 

Galih mengawali hari dengan senyum manis diwajahnya. Hari – harinya semakin berwarna dengan kehadiran seseorang yang special dalam hidupnya.
Gadis itu Rena, adik kelas Galih. Rena gadis yang bisa membuat hati Galih berdebar saat melihatnya. Awal pertemuan mereka sudah membuat Galih merasakan cinta. Galih berusaha mendekati Rena, untuk mengutarakan rasa cintanya. Setelah menunggu beberapa waktu akhirnya Galih mengutarakan isi hatinya kepada Rena.
Sepulang sekolah Galih mengajak Rena ke taman belakang sekolah. Sesampainya di taman belakang sekolah mereka duduk di bawah pohon mangga.
                Satu menit dua menit bahkan sepuluh menit berlalu, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka berdua. Suasana hening menyelimuti Galih dan Rena.
“ Rena, aku suka sama kamu.”  Suara Galih memecahkan keheningan.
 Rena sontak kaget mendengar pengakuan Galih. Rena masih terdiam. Hatinya berdetak tak menentu. Dia masih kaget mendengar pengakuan kakak kelasnya itu. Selain itu ada perasaan lain di hati Rena yang selama ini juga terpendam.
“ Kak, Galih! “ suara Rena membuat Galih kaget.
Galih menatap lurus ke arah Rena. Wajah Galih terlihat tegang menanti jawaban dari Rena.
“Rena juga suka sama kak Galih.”
Dari SD Rena, udah suka sama kak Galih. Tapi waktu itu Rena masih kecil dan Rena takut buat bilang perasaan Rena. Rena takut kak Galih nggak suka sama Rena. Jawab Rena jelas atas pernyataan cinta Galih.
Galih tertegun mendengar jawaban Rena. Rena yang selama ini di kenalnya pemalu, ternyata bisa seberani itu mengungkapkan perasaannya. Satu sisi Galih bahagia karna cintanya tak bertepuk sebelah tangan.
“Rena, kita jadian sekarang ?” tanya Galih.
“ iya, kak Galih.” Jawab Rena dengan wajah tersipu malu.
Perasaan bahagia menyelimuti mereka berdua. Cinta yang tak pernah terucap kini telah terucap dan mendapatkan jawabannya.
Hari semakin sore. Galih mengulurkan tangannya ke Rena, Rena meraih tangan Galih. Galih dan Rena berjalan pulang meninggalkan tempat dimana dua hati yang saling mencintai bersatu. Taman belakang sekolah dan pohon mangga jadi saksi bisu terjalinnya cinta dua anak manusia. Dua hati yang saling mencintai berjalan bersama. Kebahagiaan menyelimuti mereka.
Galih dan Rena menjalin hubungan selayaknya anak remaja di usiannya. Pergi jalan bareng, nonton atau bahkan hanya sekedar duduk ngobrol di teras depan rumah. Mereka senang meluangkan waktu bersama. Galih juga sudah mengenalkan Rena pada keluarganya. Keluarga Galih menerima Rena dengan baik. Meski umur Galih dan Rena berbeda tapi itu tak menjadi masalah. Justru terkadang Rena yang jauh lebih dewasa dari Galih. Banyak perubahan positip yang terjadi pada Galih semenjak berpacaran dengan Rena. Galih yang bandel bisa berubah jadi penurut. Rena juga selalu ingatkan Galih buat sholat. Padahal biasanya Galih kalau mau sholat malas. Galih nggak pernah ngeluh soal sikap Rena yang terlalu mengatur hidupnya. Galih justru bersyukur punya pacar yang baik, perhatian, soleha pula. Galih merasa menjadi pria yang sangat beruntung. Bukan hanya Galih yang bersyukur tapi orang tua Galih juga sangat senang dengan Rena, karna Rena membawa pengaruh baik untuk anaknya.
Berbeda dengan Galih yang telah mengenalkan Rena pada keluarganya. Rena justru menyembunyikan hubungannya dengan Galih pada orang tuanya. Rena takut orang tuannya marah kalau sampai tahu Rena pacaran. Jadi mau nggak mau mereka pacaran diam – diam. Sejujurnya Galih benci dengan kondisi ini. Dia ingin jujur pada orang tua Rena soal hubungan mereka. Tapi Rena selalu melarangnya. Tak ada yang bisa dilakukan Galih selain menuruti permintaan wanita yang sangat dicintainya.
Waktu terus berjalan. Satu tahun setengah hubungan Galih dan Rena berjalan. Mereka menjalani dengan bahagia.  Hingga pada suatu waktu masalah mulai muncul dalam hubungan Galih dan Rena. Galih merasa belakangan sikap Rena berubah. Galih merasa sesuatu yang buruk akan terjadi pada hubungan mereka.
“ kenapa kamu berubah, Ren ? “ tanyaku penasaran.
Tak terasa sudah sepuluh menit berlalu Aku dan Rena hanya duduk berdiam diatas motor. Wanita inilah yang telah menemani hari – hariku. Satu menit dua menit bahkan lima menit berlalu tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut Rena. Ingin rasanya aku berteriak tapi mulut ini tak dapat berkata – kata.
“ jawab Ren! “ kata ku lemas serasa memohon.
“ aku bingung kak Galih, “ jawab Rena pelan
“ bingung ? kenapa ? “ tegas ku
Rena pun kembali terdiam, diam seribu bahasa. Aku menatap wajahnya pandangan mataku tengah beradu dengannya.
                                “ Aku takut kata – kata ku nanti akan melukai hati kak Galih ! “ ucap Rena
                “ Dengan kamu berdiam diri seperti ini sudah melukai hati aku Ren, ! “ jawab Galih terisak.
“ Jujur aku masih sayang kak Galih, tapi aku tak bisa meneruskan hubungan ini, “ sahut Rena.
Mendengar jawaban Rena, Galih merasa seperti tersambar petir. Galih tertegun, ada sesuatu yang menetes dipipinya. Galih menagis. Dengan segera Galih menghapus air matanya.
                                “ kenapa Ren ? apa semua ini karna Bayu ? “ tanyaku penasaran
                                “ Darimana kak Galih tau soal Bayu ? “ tanya Rena bingung.
Bayu adalah Guru les Rena. Minggu lalu Galih tak sengaja melihat ena dan Bayu pergi berdua. Sejak itulah Galih merasa curiga. Dan semenjak itu sikap Rena juga berubah.
                                “ jadi benar tentang semua ini ? “
                                “ jadi benar semua ini karna Bayu ? “
                                “ kenapa…………”
Belum selesai Galih berkata – kata, Rena menutup mulut Galih dengan jarinya.
                                “ kak Galih dengarkan aku ! Kalau semua ini memang harus berakhir ini semua bukan karna aku nggak cinta lagi sama kak Galih. Semua aku lalukan karna orang tua aku. Aku nggak mau sampai di bilang anak durhaka karna melawan. Aku dijodohkan sama Bayu. Bayu minta aku ke Ibu, ibu menerima karna merasa Bayu sudah mapan. Aku nggak bisa berbuat apa – apa kak Galih. Aku juga nggak mungkin menyakiti kak Galih lebih lagi.
Galih hanya bisa terdiam mendengar kata – kata Rena. Suasana kembali sepi, mungkin hubunganku dengannya memang harus berakhir disini.
“  kalau semua ini demi buat kamu bahagia,
“ OK kita putus “
“ aku juga nggak bisa maksain perasaan kamu ke aku lebih dari ini ! “ ucap Galih lirih.
Tiba – tiba tangan Rena meraih tanganku, pandangan kami kembali beradu.
                                “ maafkan aku kak Galih, ini juga demi kit a ! “ kata Rena sambil tersenyum.
Senyuman itu mungkin senyuman terakhir, gengaman serta tatapan matanya pun mungkin jadi yang terakhir kali. Tak kuat rasanya aku menahan air mata ini. Segera aku melepaskan genggaman tangan Rena dan bergegas meninggalkannya.  Mungkin ini memang jalan yang terbaik untuk Aku dan Rena. Dan mungkin memang benar aku harus membiarkan cinta itu pergi dari hatiku selamanya. Meski luka hati ini tak tahu kapan bisa sembuh. Mungkin nanti saat aku bisa menemukan penganti Rena.
“ Saat Terindah Dalam Hidupku Adalah Bersamamu, Saat Tersedih Dalam Hidupku Adalah Kehilanganmu”


Sabtu, 11 Juni 2011

Mata untuk Kasih

Gelap. Itu adalah teman, hariku dan hidupku. Dalam kegelapan aku dapat melihat. Aku bebas memikirkan apapun. Kegembiaraan ku, kesedihan ku bahkan hal – hal yang tak terpikirkan oleh orang lain. Gelap adalah sahabat terbaik ku.

Usiaku hampir tujuh belas. Sejak terlahir ke dunia aku sudah hidup dalam kegelapan. Kekejaman ibu yang membuat aku menjadi seperti ini. Semasa kehamilan ibu berusaha untuk membunuh ku dengan berbagai cara yang kejam, bahkan aborsi. Hal ini membuat aku terlahir cacat, sampai aku kehilangan penglihatan ku. Meski menyakitkan, aku bersyukur karna Tuhan masih mengasihiku. Aku di izinkan untuk tetap bisa hidup.
Pada saat usiaku lima tahun, ibu pergi meninggalkan aku di depan panti asuhan “BUNDA”.
Saat itu aku begitu merasa sedih. Aku benci, marah pada ibu.
“Kenapa dia tega membuangku ?”.

Di panti asuhan inilah, aku tumbuh besar. Tapi tetap dengan kekuranganku. Tak ada yang mau jadi temanku. Hanya Ibu Leni yang sayang padaku. Ibu Leni adalah pemilik panti asuhan. Hidupku berubah ketika ada sepasang suami istri mengangkat aku sebagai anak mereka. Pak Doni dan Ibu Nia, mereka adalah orang tua baruku. Aku begitu bahagia karna bisa merasakan hidup dengan keluarga yang utuh, meski mereka bukan orang tua kandung aku. Mereka bisa menerima kekurangan ku. Aku bersekolah di sekolah khusus. Di sekolah inilah aku bertemu dengan anak – anak yang nasibnya sama denganku. Aku tetap bahagia meski dalam suasana seperti ini. Aku bersyukur aku masih bias mendengar dan berbicara normal.
                                                          ***
          “Kasih, kenalin nih tetangga baru kita ! ” ujar mama seraya mengenalkanku pada tamu yang duduk di ruang tamu.
          “ Ini tante Ane dan anaknya Galih, “ terang mama.
Aku hanya mengangguk hormat pada mereka. Setelah basa – basi sebentar, mama mengajak tante Ane melihat – lihat rumah. Aku tetap duduk di ruang tamu bersama Galih. Untuk beberapa waktu kami berada dalam keheningan.
          “ Kamu sekolah di mana ? “ Tanya Galih membuka pembicaraan.
“ Aku sekolah di sekolah khusus. “
“ Sekolah khusus, maksudnya ? “ tanyanya lagi.
          “ Aku buta “ jawabku singkat.
Untuk sesaat aku merasakan Galih diam dan menatapku bingung. Aku tau dia pasti kaget saat tau aku buta. Setelah itu tak ada kata – kata lagi diantara kami sampai kedua orang tua kami datang membawakan minuman.

Dari kamarku di lantai atas, aku mendengarkan suara petikan gitar yang begitu indah. Aku begitu penasaran siapa yang bias memainkan gitar seindah itu. Karna aku begitu penasaran, aku meminta tolong mama untuk melihatnya.
          “ ma, bias tolong Kasih ? “ .
“ kenapa Kasih ? “ (tanya mama)
          “ ma, tolong liatin siapa yang main gitar ya ma. “
          “ itu Galih ! Tetanga baru kita kemarin.  Emangnya kenapa Kasih ?
          “ enggak apa –aapa kok ma ! “, makasih ya ma.
          “ iya sayang ! “ Mama keluar meninggalkan kamarku.
Suara Galih benar – benar indah, ucapku dalam hati.
***

Tiap sore aku sering mendengarkan alunan gitar Galih. Entah mengapa, aku suka mendengarnya dari jendela kamar ku. Aku senang mendengarnya menyanyi sambil memetik gitar. Sejak perkenalan itu Galih tidak pernah lagi bertandang ke rumah ku. Mungkin dia nggak mau lagi kenal dekat dengan aku, karna aku buta. Aku yakin Galih tak tahu dari balik jendela ini lah, aku  bercengkrama dengan suaranya. Dalam gelap aku berkhayal bias melihatnya. Dalam gelap, aku berharap dapatkah aku menjadi salah satu temannya.

Ketika aku sedang asyik mendengarkan musik, bel rumah bordering. Mungkin mama yang datang. Aku beranjak dari  kamarku untuk membukakan pintu.
          “ tante ada ? “ Tanya seseorang dengan suara yang akhir – akhir ini sering kurindukan. “ suara Galih “,
          “ hei, tante ada ? “ ulangnya seraya menepuk pundakku ketika melihatku hanya terdiam.
          “ oh, nggak ada, “ jawabku.
          “ ada apa ? “
          “ nih, ada kue buat tante dari mama ! jawab Galih datar seraya memberikan sekotak kue padaku.
          “iya, nanti aku sampaikan ke mama!”
Kalau gitu aku pulang dulu.
***

          “ Kasih, turun ! ada Galih nih ! “
          “ Galih”! Ngapain dia ke sini pagi – pagi.
          “ Iya, ma ! “
          “ Hallo, Kasih ! (sapa Galih).
          “ Hallo, ada apa Galih ?. Aku mau ajak kamu jalan – jalan. (ucap Galih)
Saat itu aku benar – benar kaget dan bingung, perasaanku campur aduk, antara bahagia dan takut.
          “ Galih, aku nggak bisa !
          “ Kenapa ? “
          “ Aku buta, aku enggak pantes jalan sama kamu. “
          “ Siapa yang bilang enggak pantes ! “
          “ Ayo ! “ Galih menarik tanganku dan mengajak aku pergi setelah berpamitan pada mama. Galih mengajakku ke sebuah taman nggak jauh dari komplek rumah kami. Saat sampai di taman, Galih malah terdiam.
          “ Galih, ngapain kamu ngajak aku ke sini ?
          “ Enggak kenapa – napa ! Aku Cuma cari temen aja buat nemenin aku di sini. “ Ucapan Galih membuat aku bingung.
Tak lama, terdengar suara seorang cewek.
          “ Galih, ngapain kamu di sini ? “
          “ Eh, Rara ! Enggak, Cuma nyantai – nyantai aja. “
          “ Trus, cewek itu siapa ? (tanya Rara)
          “ Kenalin, ini tetangga aku, Kasih !” Ujarnya mengenalkan gadis itu padaku.
Aku mengulurkan tanganku dengan perasaan tak menentu.
          “ Rara, “ sapanya datar.
Entah kenapa ada yang aneh pada diriku. Ada yang menusuk hatiku mendengar ucapan manja gadis itu pada Galih. Aku merasa Rara gadis yang sempurnah tidah seperti aku. Sebelum Galih membaca perubahanku, lebih baik aku pulang.
          “ Galih, aku mau pulang duluan !
          “ Kasih, kamu kenapa ? Biar aku yang antar ! (tawar Galih)
          “ Nggak usah, aku bisa pulang sendiri. Kamu di sini aja temenin Rara, Permisi. Aku berjalan pergi meninggalkan Galih dan Rara.

Tak terasa air mataku mengalir. Aku buru – buru naik ke kamar dan duduk di dekat jendela. Apakah Rara pacar Galih ?. Merasakan keakraban mereka sudah bisa dipastikan kalau gadis itu memang adalah pacarnya. Aku menertawakan diriku. Aku memang nggak bisa bergaul dengan orang – orang normal. Temanku memang cuma gelap. Aku berharap terlalu tinggi. Galih nggak akan repot jika berteman dengan orang yang normal.

Ku tutup jendela kamarku. Aku mau ngelupain Galih. Aku sadar aku hanya bisa berteman dengan orang yang sama sepertiku. Terbayang wajah – wajah temanku di sekolah. Mereka adalah sahabat terbaikku, selama ini mereka yang membuatku bahagia dengan kekuranganku, selain ke dua orangtuaku dan saudaraku. Mulai sekarang, aku nggak mau mendengar apapun tentang Galih. Biarlah dia Cuma menjadi secuil cerita dalam hidupku. Biarlah aku cukup bahagia bisa menatap dan bicara padanya walau hanya lewat gelap.
Aku putuskan untuk tidak berdiri lagi di dekat jendela. Aku nggak peduli lagi apa yang terjadi pada Galih. Biarlah tetap gelap temanku. Toh ! tanpa Galih, aku tetap bisa bahagia seperti dulu sewaktu aku belum mengenalnya.

Hari terus berlalu meski susah menahan diri untuk tidak berdiri di depan jendela. Tapi tetap ku tahan keinginanku. Jendela kamarku selalu tertutup rapat seperti rapatnya hatiku untuk mencoba melupakan Galih.
          “ Kasih, ada Galih di depan, “ panggil mama dari dapur.
          “ Galih ? ada apa dia datang ke sini.
Setelah hampir sebulan tidak mendengar tentangnya, tak bisa kupungkiri kalau perasaan itu masih tersisa. Jantungku berdetak saat mendengar namanya.
          Ada apa ? “ (tanyaku)
          “ Mau ketemu kamu. “
Aku mengeryitkan dahi, mendengar jawaban Galih.
          “ Aku jarang liat kamu, kemana aja ? “ ( tanya Galih )
          “ Sibuk ! “ (jawabku datar )
          “ Kasih, kamu mau nggak ikut aku ? “ ( ajak Galih )
          “ Kemana ? “
          “ Ke taman ! “
          “ Mau ngapain ke taman ? “
          “ Nggak apa – apa, aku pengen ngobrol banyak sama kamu. “
          “ Ngobrol apa ? Kamu kan bisa ngobrol sama temen – temen kamu. “
          “ Apa aja, kamu nggak mau ya ? “
          “ Bukan begitu, nanti pacar kamu marah. “
          “ Pacar ? pacar yang mana ? “
          “ Rara ? “
Galih malah tertawa terbahak – bahak mendengar ucapanku.
          “ Rara bukan pacar aku, dia temen aku. “
          “ Jadi gimana nih ? “
Aku tersenyum dalam hati. Ternyata aku salah duga terhadapnya. Ternyata Galih nggak pacaran sama Rara dan Galih mau jadi temanku.
          “ Ok ! jawabku singkat.
Sesampainya di taman.
          “ Kasih, aku punya sesuatu buat kamu ! “
          “ Apa ? ( tanyaku penasaran )
Tiba – tiba Galih meraih tanganku, memakaikan sebuah gelang di tanganku. Aku benar – benar bingung.
          “ Kasih, kamu terima ya,  gelang ini.
          “ Galih, ini buat apa ? tanyaku binggung.
Ini sebagai tanda persahabatan kita.
“ Kasih, kamu mau kan jadi sahabat aku ? “
Tapi, Galih aku nggak sama kayak kamu.
“ Aku buta ! “ ( jawabku )
“ Kasih, aku nggak liat kekurangan kamu dan mulai sekarang kamu nggak buta, karna kamu punya mata baru yaitu mataku. Mulai sekarang mataku adalah mata kamu juga.
Aku nggak tahu harus ngomong apa. Aku bener – bener bahagia.
          “ Galih, makasih ya ! “
Hanya kalimat itu yang bisa aku ungkapkan, untuk satu pemberian yang bagiku sangat berharga dari Galih. Seseorang yang sekarang menjadi sahabatku.
Hari semakin sore. Aku dan Galih berjalan pulang. Dalam perjalanan pulang, banyak banget kelucuan yang dilakukan Galih. Galih mengantarku sampai rumah. Setelah itu dia pamitan pulang.
Tapi baru beberapa langkah dia balik lagi dan mendekatiku.
          “ Oh, iya aku lupa ! “
          Ada apa ? “
          “ Kaca jendela kamar kamu rusak ya ? sudah lama aku nggak liat kamu berdiri di sana ! “ tanyanya dengan nada menyindir.
Aku benar – benar kaget. Ya Tuhan ternyata selama ini …… ? Ternyata sejak awal berkenalan, Galih udah sering memperhatikan aku ? Dan, aku nggak menyadari hal itu.

“ Kasih sejati adalah Kasih yang bisa menerima kekurangan orang dengan lapang dada. Dan membantu mereka menghadapi kekurangannya”.



Yohana, 22 Februari 2009

Sabtu, 04 Juni 2011

Yang Tak Pernah Terkatakan

Tahukah kau bagaimana rasanya ketika kau benar-benar menyadari bahwa sudah tidak ada sedikitpun lagi kesempatan untuk meraih hatinya? Bahwa kau tidak akan berarti apa-apa dibanding dia yang kini ada di sampingnya? Pedih sekali rasanya mengingat begitu banyak sudah hari yang dilaluinya bersama orang lain, bukan bersamamu. Dan yang paling menyakitkan adalah ketika kau menyadari, bahwa cinta yang kau punya tak lebih dari suatu aib yang harus disembunyikan. Seperti suatu penyakit yang harus dihilangkan dari jiwamu. Karena cintamu hanya akan membawa kepedihan bagi orang lain



Hal ini yg terjadi, Mencintai seseorang yg tak pernah akan tahu, bahwa ada orang yg diam - diam memperhatikannya.  Menyukainya, sejak awal pertemuan di bangku SMP . Tak ada yg pernah tahu apa yg akan terjadi di depannya. 
Yapz seperti itu juga yang ku rasa, ku tak pernah tahu kalau akhirnya ku punya rasa lain pada diri nya. Pertemanan yang terjalin begitu dekat , membuat timbul rasa yang lain hanya dari sebatas teman. Tuhan, aku mencintai nya. 
Tapi, ku tak punya keberanian untuk jujur mengakui rasa ini. Aku tak ingin dia marah, dan membenci ku. Ini lah yang ku pikirkan dulu.

Hingga waktu yg ku rasa cukup untuk aku terus memendam perasaan ini. Aku tak mau terus memendam rasa yang hanya membuatku sakit. Dan, 31 Maret 2011 menjadi hari kejujuran ku tentang perasaan yang terpendam 6 tahun sudah. Aku jujur mengatakan bahwa aku Cinta DIA. Kejujuran ini membuat ku lega. Aku tak mengharap balasan . Aku sadar siapa aku dan siapa dirinya. 
Aku akan tetap menjadi teman dengan nya tak lebih. 

Aku bahagia sekarang DIA tlah menemukan tambatan hatinya. Aku berdoa buat DIA, semoga hubungannya bertahan selamanya. Amin

Tuhan inilah akhir penantian panjang ku untuk DIA. 


apakah waktu mampu menghapus luka?
MAMPU
mampukah waktu menumbuhkan cinta di hati
yang pernah terluka karena pahitnya cinta?
MAMPU, selama hati masih mau terbuka membiarkan CINTA masuk. Tak terkecuali pada hati pernah terluka sekalipun.

Say Goodbye for hidden Love

Rabu, 02 Februari 2011

Pengorbanan

Tiga tahun telah berlalu, masa indah di SMP harus segera kutinggalkan, karna aku harus memulai masa baru di SMA. Meninggalkan para sahabatku yang kusayang, termasuk didalamnya ada Alvin, seseorang yang telah membuatku terus memikirkannya dan sulit untuk melupakannya. Cowok berkaca mata minus dengan penampilan sederhananya, mungkin itu yang membuatku tertarik. Tiga tahun bersama menjalin pertemanan membuat timbul perasaan yang lain dari hanya sebatas teman. Hari-hariku terasa indah bersamanya, kenangan yang akan sulit untuk aku lupakan. Rasaku ini tidak akan pernah tersampaikan, karna aku nggak mau persahabatan yang telah lama terjalin hancur hanya karna ada perasaan cinta di dalamnya. Pagi yang cerah datang, dan aku telah siap untuk ke sekolah. Aku berangkat bersama sahabatku, Lena. Dalam perjalanan aku terus teringat Alvin . Ditengah perjalanan aku melihat sesuatu yang membuat aku kaget. Alvin kecelakaan, spontan aku dan Lena menuju tempat Alvin terjatuh. “Vin, kamu nggak apa-apa?” (tanyaku panik). “Aku nggak apa-apa kok.” Jawaban yang sedikit membuat aku tenang. Aku dan Lena membantu Alvin mencari tempat untuk duduk, dengan dibantu oleh orang-orang disekitar tempat itu. Aku membantu Alvin membersihkan lukanya. Saat itu aku bahagia banget, karna aku bisa melakukan sesuatu untuk orang yang aku sayang. Tiba-tiba Aida muncul dan mendorongku sampai aku jatuh. Aida adalah cewek yang udah lama suka sama Alvin, tapi Alvin tidak memberi respon. “Ngapain kamu disini?, awas Alvin nggak butuh kamu!”. Ucapan kasar Aida itu membuatku sedih dan aku sadar kalau aku bukan siapa-siapanya Alvin. Aku memandang Alvin yang melihatku diam. Lena membantuku berdiri dan mengajakku pergi. Aku hanya menuruti ajakan sahabatku itu. Sebelum aku beranjak pergi, aku berpamitan pada Alvin, “Vin, aku berangkat dulu”. Alvin hanya tersenyum sembari Aida mengalihkan perhaatian Alvin. Semenjak kejadian itu aku jadi sering diam tanpa alasan. Aku udah jarang banget ngomong sama Alvin. Jujur hal ini membuat aku sedih dan aku semakin sulit untuk melupakan Alvin. Dengan keberanian yang besar aku memutuskan untuk kembali seperti dulu. Aku ingin membuat kenangan indah bersama teman, sahabat dan juga Alvin ditahun terakhir ini. Aku dan Alvin semakin dekat, tak terasa ujian kelulusan sudah dekat dan saat untuk perpisahan akan segera datang. Hari pelaksanaan ujian kelulusan telah tiba. Aku saat itu satu ruangan dengan Alvin. Perasaan senang bercampur rasa tegang menghadapi ujian. Aku berusaha mengerjakan soal ujian dengan baik, sesekali perhatianku kea rah Alvin yang sedang serius mengerjakan soal. Aku membayangkan, apakah saat-saat bersama ini bisa terulang? “semoga”(ucapku dalam hati). Tiga hari telah aku lalui, setengah perasaan lega aku rasakan karna setengah lagi tinggal menunggu pengumuman kelulusan. Saat pengumuman tiba, dan sekarang aku bisa bernafas dengan lega, karna aku dinyatakan lulus dan juga sahabatku, dan seluruh teman2 dinyatatakan lulus semua. Ini adalah suatu kebahagiaan yang tak terukur. Aku berharap bisa satu SMA lagi bareng sahabat-sahabat aku, termasuk Alvin didalamnya. Ternyata harapanku tak semuanya terjadi. Aku masuk SMA Kasih Bunda, dan yang aku tau, sahabat - sahabatku tidak ada yang masuk SMA ini. Tapi mau dikata apa, biarlah semua terjadi yang penting masih bisa komunikasi. Saat pertama kali masuk sekolah, aku berharap bisa punya teman yang baik seperti di SMP dulu. Disekolah ini aku akan memulai hal baru dan nggak ada lagi Alvin dihari-hariku. Aku bersyukur karna ternyata disini aku bisa mendapatkan teman-teman yang baik dan aku semakin yakin kalau aku bisa enjoy disini. “Selamat Datang Masa SMA”. Tiba-tiba aku dikagetkan oleh seorang cowok yang mirip banget dengan Alvin. Aku berusaha mendekatinya, dan ternyata benar itu Alvin. Aku saat itu bener-bener nggak nyangka kalau bisa satu sekolah lagi dengan Alvin. “Vin, kamu sekolah disini juga?”. “iya.” jawab Alvin sembari tersenyum. Hari ini hari terbahagia buat aku. Aku seneng bisa satu sekolah lagi sama Alvin, meski sudah tidak satu kelas lagi. Aku merasa kebahagiaan yang lengkap hari ini. Aku dan Alvin masih sering ngbrol, kalau lagi ga sempat paling cuma saling sapa aja. Tapi semua nggak berlangsung lama, hingga suatu saat muncul tembok penghalang dalam pertemanan kami berdua. Suatu pagi dikelas, suara riuh teman-teman sedang membicarakan Alvin. Mereka bilang Alvin pacaran dengan Irma. Irma adalah teman sekelasku. Dia memang cantik dan pintar. Pantas saja kalau Alvin jatuh cinta padanya. Aku sangat sedih mendengarnya, aku takut hubungan pertemanan kami akan segera berakhir. “selamat ya Vin, kamu udah punya pacar” kata-kata terakhir yang aku ucapkan padanya. Sekarang waktu Alvin hanya untuk Irma, bahkan sekedar menyapaku saja sudah tak sempat lagi. Aku nggak marah sama Alvin, aku tau dia pasti punya alasan untuk bersikap seperti itu. Mungkin dia takut sama pacarnya. Hari-hari ku jalani seperti biasa dengan teman-teman, aku masih tetap bisa tersenyum, meski rasa sakit masih sedikit tertinggal. Aku sering melihat sikap kasar Irma ke Alvin. Sedih rasanya, tapi aku nggak bisa ikut campur masalah mereka. Alvin tetap saja sabar diperlakukan seperti itu, mungkin karna Alvin cinta mati pada Irma. Andai Alvin tahu perasaanku padanya, yang telah aku pendam sejak SMP, aku sangat menyayanginya dan tak akan menyakitinya seperti yang telah dilakukan Irma. Tapi itu semua tak akan mungkin terjadi, aku harus bisa berkorban untuk orang yang aku sayang, meski itu menyakitkan buatku. Karna cinta sejati adalah saat kita rela melakukan sesuatu untuk orang yang kita sayang. Aku hanya bisa berdoa agar hubungan mereka berjalan dengan lancar dan bahagia. PENGORBANAN Pertama ku mengenalmu Aku hanya menganggapmu sahabat Hingga rasa cinta tumbuh dalam hatiku Tapi aku takut ungkapkan padamu Sekarang kau telah memilih dia Kau putuskan tali pertemanan kita Hanya karena dirinya Aku rela melepaskan dirimu Demi melihat kau bahagia Dengan dia pilihan hatimu Rasa ini akan kubawa sendiri Sampai akhir waktuku Tanpa kau harus tau’ Bahwa aku mencintaimu
30 Des 2007

Bunda Theresa

Berbicaralah sesedikit mungkin tentang diri sendiri Uruslah sendiri persoalan-persoalan pribadi Hindari rasa ingin tahu Jangan mencampuri ur...