Kamis, 04 Februari 2010

SAHABAT DAN CINTA

Siang itu bel tanda istirahat berbunyi, seperti biasa aku, Aldi, Steve dan Gio berkumpul di kantin untuk menikmati mie ayam dan teh botol, karna itu adalah makanan favorit kami ketika di kantin. Keheningan kantin siang itu di pecah oleh Aldi,”Eh, ntar pulang sekolah kemanaa nih rencananya ?” tanya Aldi. ” Terserah ja deh yang jelas gak lansung pulang.” kataku. ” Kenapa Re ? Orang tua lo gi di luar kota lagi ya?” tanya Gio. ”Iya, mana pernah orang tua gue dalam seminggu aja gak keluar kota.” kata ku. ”Yaudah, ntar kita temenin lo sampe malem deh, lo tenang aja, ya gak temen-temen?” kata Steve. ”Iya deh.” jawab Gio dan Aldi serempak. ”Ya udah kan makanan nya dah habis, biar skarang gue bayar dulu yah.” kata Aldi. ”thank’s ya Di.” kata ku, Gio dan Steve serempak. Acara makan di kantin selesai diselesaikan oleh bel tanda istirahat habis. Aku dan sahabat – sahabat ku kembali ke kelas untuk kembali belajar, hingga akhirnya pelajaran pun selesai. Semua siswa berhamburan keluar kelas kecuali aku dan teman-teman ku. Kami menentukan tujuan untuk menghabiskan waktu hari ini, dan akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke Girls Cafe, setelah itu kami akan menghabiskan waktu di rumahku. Kemudian kami segera menuju area parkir yang tak jauh dari kelas ku, karna Aldi memarkirkan mobil avanzanya disana. Hari menunjukan pukul 3 siang, aku, Aldi, Gio, dan Steve segera menuju tempat yang telah kami tentukan sebelumnya. Setibanya di Girls Cafe, aku dan teman-teman ku hanya menikmati secangkir green tea, sambil menikmati suasana siang itu. Waktu sangat cepat berlau hingga hari menunjukan pukul 5 sore, aku dan teman-teman ku segera meninggalkan Girls Cafe dan menuju rumahku yang terletak di tengah kota Jakarta, karna teman-temanku telah berjanji untuk meneemani ku hari ini karna orang tua ku sedang keluar kota. Nama ku Rere, seorang siswi yang tengah duduk di kelas 2 SMA, tepatnya SMA Nusantara Jakarta. Aku, Aldi, Gio dan Steve telah menjalin sebuah persahabatan sejak kami menginjak kelas 2 SMA ini, walaupun aku satu-satunya perempuan tapi mereka tak pernah membeda-bedakan ku. Orang tuaku tak pernah bisa menyempatkan diri untuk ku, karna kesibukkan mereka oleh pekerjaan, mereka jarang sekali di rumah, walaupun fasilitas yang mereka berikan kepadaku bisa di bilang lengkap, tapi aku tak menginginkan semua ini, aku hanya menginginkan kasih sayang dari mereka. Untuk melampiaskan semua kesedihanku, aku hanya bisa memainkan gitar akustik kesayangan ku, karna itu bisa membuat rasa sedihku sedikit hilang. Sabtu siang, aku dan sahabat-sahabatku berkeliling di sebuah mall di Jakarta, setelah puas berbelanja kami pun menuju sebuah restorant Jepang yang berada tak jauh dari mall. Hari terus berlalu, kedekatan ku dan ketiga sahabat ku makin dekat. 1 Maret 2009, itu adalah hari ulang tahunku yang ke 17, aku berfikir pasti ulang tahunku akan terlewat dengan sia-sia, karna orang tua ku seperti biasa sedang di luar kota, tapi aku tak tau dengan ke tiga sahabat ku. Hari itu, tak seperti biasanya bagiku, karna Aldi tak mengajak ku pergi bersama seperti biasanya, dan aku pun seperti dijauhi oleh ketiga sahabat ku. Aku kesepian seharian tak di dampingi oleh sahabat sejatiku. Begitu juga di rumah, orang tua ku tak ada, bahkan pembantu ku yang biasa menemani ku saat orang tua ku pergi pun tak tampak. Ada apa dengan hari ini ? padahal seharusnya hari ini adalah hari bahagia ku. Sampai malam pun tiba, dan tiba-tiba lampu di rumahku mati, segera ku cari lilin di dapur rumahku, tetapi setibanya di ruang tengah tiba-tiba lampu kembali menyala dan terdengar teriakan,” Suprize . . .” ternyata ketiga sahabat ku dan juga pembantu ku yang setia menemaniku selalu, hati ku senang sekali malam itu, walaupun aku tak menemukan sosok orang tua ku saat hari bahagia ku, tapi itu telah terobati oleh kehadiran sahabat – sahabat ku. Malam itu kami lewati dengan bersenang-senang, sampai ke tiga sahabat ku menginap di rumah ku, dan tidur di kamar tamu rumahku. Besoknya akupun ke sekolah, walaupun sebenarnya aku tak berniat ke sekolah karna kelelahan tadi malam, tapi ketiga sahabatku memaksaku dan aku tak bisa menolaknya. Kini banyak yang membenci persahabatan ku, karna mungkin mereka iri dengan persahabatan ini, karna banyak perempuan yang menyukai sahabat – sahabat ku. Bahkan ada yang sampai memaki- maki ku, tapi untungnya aku memiliki sahabat – sahabat yang selalu melindungi ku. Kini aku benar – benar masuk ke dalam dunia mereka, hari – hari ku lewati bersama mereka, bahkan malam minggu pun aku bersama mereka. Siang ini seperti biasanya Pak Ihsan masuk ke kelasku untuk menerangkan rumus – rumus matematikanya. Tapi anehnya tak seperti biasanya Pak Ihsan mengacak –acak tempay duduk siswa kelas ku, padahal biasanya kami diperkenankan untuk duduk di tempat yang kami sukai. Aku dan sahabat ku berpencar, Aldi yang biasanya duduk dengan ku kini ia duduk dengan Riska, perempuan yang selama ini menyukai nya, sementara aku duduk dengan Steve, dan Gio duduk dengan seorang anak yang sangat pendiam di kelasku, tapi kedua anak itu berontak dan mengancam orang tuanya tak mau menyumbang untuk sekolah lagi. Akhirnya Pak Ihsan mengalah dan mau membiarkan Gio dan Aldi duduk berdua di belakang ku dan Steve dan pak Ihsan seperti biasanya memulai pelajarannya. Tak ada lagi yang istimewa bagi ku, karna tak terasa telah enam bulan aku bersama sahabat ku. Ku berharap hari – hari indah ku bersama sahabat ku tak pernah berakhir hingga akhir hayat ku. Siang itu, tak seperti biasanya Aldi menarik tangan ku, dan mengajak ku ke suatu tempat, tapi anehnya tak bersama Steve dan Gio. Aldi mengajak ku ke taman yang tak jauh dari sekolahku,” Di, lo ngapain sih ngajak gue ke sini ? trus, kok ga ngajak Steve sama Gio sih ?” tanya ku. ”Gue mau kita ngomong berdua, gak bisa ada Steve atau Gio.” kata Aldi yang membuat ku bertambah bingung. ”Ya udah, skarang lo mau ngomong apa?” kataku. ”Steve suka sama lo Re.” kata Aldi yang membuat ku semakin tak mengerti dengan semua ini. ”Lo jangan bohong deh Di, gak mungkin Steve bisa suka sama gue Aldi.” kata ku. ”Tapi itu kenyataan Rere, masak lo ga percaya sama gue sih? ” kata Aldi berusaha meyakinkan. ”gue gak percaya sebelum Steve ngomong lansung sama gue.” kata ku lagi. ” Lo gimana ? apa lo juga adaa perasan yang sama ke Steve ?” tanya Aldi lagi. ”Jujur ya Di, gue skarang ga da perasaan yang kek gitu ke Steve, gue Cuma sayang sama dia sebagai sahabat sama kek gue sayang ke lo atau Gio. ”Ya udah deh, gue Cuma nyampein aja kok Re, selebihnya terserah kalian, tapi steve tuh orangnya ga pernah berani buat ungkapin perasaanya.” kata Aldi lagi. ”Ya udah deh Di, lo Cuma mau ngomong itu doang ?” kata ku lagi. ”Iya Re, ya udah lo skarang gue anterin pulang yah?” kata Aldi. ”Ya deh Di, lagian gue skarang capek banget nih.” kata ku. Bayangan kata – kata Aldi tak kunjung hilang dari pelupuk mataku. Keesokan harinya aku kembali ke sekolah dengan dihantui bayang – bayang Steve, apalagi aku sebangku dengannya. Semenjak Aldi membawaku ke taman, aku semakin dekat dengannya, melebihi kedekatan ku dengan Steve ataupun Gio. Kini aku tidak hanya memikirkan perkataan Aldi kepada ku, tapi aku njuga memikirkan Aldi, mungkin karna kedekatan ku dengannya yang melebihi biasannya. Apa aku menyukai Aldi ? Tapi apa mungkin ini semua terjadi ? Aku dan Aldi telah hampir setahun menjalani persahabatan ini. Kenapa kini aku menjadi gelisah tiap kali memikirkan Aldi ? Apa aku harus menjauhi mereka ? Tapi temanku hanya mereka, dan aku tak mungkin menghancurkan persahabatan yang telah aku jalin selama ini. Paginya, seperti biasa sahabat ku telah stand bye di depan rumahku untuk menjemputku pergi ke sekolah. Di mobil aku tetap diam tanpa sepatah kata pun, berbagai pertanyaan pun berkecamuk di kepalaku. Tiba – tiba Gio mengejutkan ku,” Woooiii . . . Re .. . . . kok dari tadi diem aja sih ? Padahal biasanya dia yang paling semangat.” kata Gio. ” Ha . . . gak papa kok, gue Cuma kurang tidur aja semalem.” kataku. ”Hm . . . kebanyakan nonton bola yah tadi malem ? Sampe ga tidur.” kata Gio. Semua tertawa mendengar perkataan Steve. Aku bingung memikirkan ke tiga sahabat ku yang kini semakin dekat dengan ku. Apa yang harus aku lakukan saat ini ? Saat ini hidupku seakan berubah aku enggan dekat dengan sahabat ku, tapi aku mulai berfikir aku tak bisa terus menyembunyikan ini, dan aku tak mungkin menjauhi mereka karna mereka sahabat ku yang selalu menemaniku. Sekarang aku bertekad untuk membicarakan masalah ini kepada semua sahabat ku sebelum semua nya benar – benar hancur. Aku harus berani menanggung semua resiko nya, bahkan aku harus menerima jika mereka membenciku. Masalah ini harus segera ku selesaikan. Seperti biasa pagi ini Aldi, Gio danm Steve sudah berada di depan rumahku untuk menjemputku ke sekolah, ” Guys, ada yang harus gue bicarain ma kalian, tapi kalian harus janji kalian ga akan marah.” kata ku. ” Lo mo ngomong paan sih Re, kok kayaknya serius banget.” kata Aldi. ”Tapi ntar aja deh pulang sekolah, kan sekolah udah dekat.” kataku lagi. ” Sip deh.” kata Steve. Kami pun tiba di sekolah dan menuju area parkir untuk memarkirkan mobil Aldi. Waktu cepat berlalu karna tak terasa bel pulang sekolah pun berbunyi. Aku, Aldi, Gio dan Steve menuju ke Girls Cafe untuk makan siang di sana. Sesuai dengan janji ku aku akan berbicara tentang masalah yang mengganjal di hati ku selama ini. ” Oya Re, apa yang mo lo bicarain ma kita?” tanya Gio. ”Gini, akhir- akhir ini hidup kayaknya kacau banget, apalagi setelah Aldi ngomong ke gue kalau . . . . kalau Steve suka sama gue.” kata ku. ” Emangnya kapan gue bilang ke Aldi kalau gue suka sama Rere, gue ga pernah suka sama lo Re, gue anggap lo sebagai sahabat gu.” kata Steve. ”Maafin gue sebenernya gue yang suka sama li bukan Steve, gue udah suka sama lo dari awal kita ketemu, sekali lagi maafin gue yah.” kata Aldi. Aku tertegun mendengar pernyataan Aldi, selama ini aku juga menyukai Aldi. ” Re, lo mao gak jadi pacar gue ?” tanya Aldi. ”Sory Di, gue belum bisa jawab sekarang, gue masih bingung.” kata ku. ”Ya udah mendingan sekarang kita pulang akja dulu, kasihan Rere kayaknya dia sekarang masih kacau banget pikirannya.” kata Gio. Akhirnya kami pulang dengan hati yang kacau , tapi aku bersyukur karna aku telah bisa mengatakan semua yang ku pendam selama ini, dan aku telah bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Sesampainya di rumah segera ku hempas kan tubuh ku ke tempat tidur kesayangan ku. Tak ku sangka air mataku mengalir perlahan , aku berfikir tentang perkataan Ald, apa yang harus ku lakukan ? Apa aku harus menerimanya menjadi pacar ku ? Tapi aku memang menginginkan itu dari dulu. Dan aku memutuskan untuk menerima tawaran Aldi untuk menjadi pacarnya. Keesokan harinya di kantin Aldi kembali menanyakan pertanyaannya kemarin,” Re, apa lo udah dapetin jawabannya ?” tanya Aldi. ”Udah.” jawabku singkat. ”Trus . . .” kata Aldi tak sabar. ” Iya, gue mau jadi pacar lo, karna jujur gue juga suka sama lo, tapi gue harap ini gak ngerubah persahabatan kita, Gio . . . Steve . . . kalian masih mau kan jadi sahabat gue kayak dulu ? walaupun gue jadian sama Aldi ?” kataku lagi. ” Gue akan terus jadi sahabat lo, walaupun sekarang dua sahabat kita udah jadian, yakan Gi.” kata Steve. ” Yap, betul banget.” kata Gio. ”Thank’s ya Re.” kata Aldi lagi. ”Sama – sama Di.” kataku lagi. Kini aku telah menemukan jawaban dari semua kegelisahan ku selama ini. Aku kini menjalani Aldi sebagai pacar ku dan Gio dan Steve tetap menja di sahabat sejatiku. Sahabat sejati yang selalu memberi pelita di waktu malam dan salalu menjagaku.

Bunda Theresa

Berbicaralah sesedikit mungkin tentang diri sendiri Uruslah sendiri persoalan-persoalan pribadi Hindari rasa ingin tahu Jangan mencampuri ur...